Hukum

Pahami segi Hukum dalam mempersiapkan pernikahan.

Keuangan

Cek pengaturan keuangan diri dan pasangan anda.

Medis

Bangun kebiasaan hidup sehat dan cegah penyakit.

Psikologi

Belajar berkomunikasi, memahami diri sendiri dan pasangan.

Umum

Topik-topik yang umum dan kira nya berguna untuk kita ketahui.

Home » Hukum

Cinta Yes! Kekerasan No!

Submitted by on March 9, 2013 – 7:42 amNo Comment

No kekerasan !Cinta Yes!, Kekerasan No!

Sebelum melangkah ke jenjang pernikahan, biasanya melalui proses atau masa saling mengenali satu sama lain, yang sering dikenal atau disebut dengan istilah pacaran. Mestinya sih bila melihat ke tujuan perkawinan yang sudah sering kita bahas, proses atau masa pengenalan ini sesungguhnya penting, agar ketika menikah kita sudah mengenali dan mengetahui dengan siapa kita akan mengikat janji suci kekal abadi. Sayangnya, dalam masa pacaran tidak jarang terjadi hal-hal negatif atau yang tidak diinginkan.

Tidak jarang di tengah masa pacaran, ada pasangan yang belum cukup dewasa untuk mengontrol perasaan cintanya. Ketidakdewasaan ini yang kerap kali berujung pada tindak kekerasan. Karena dewasa bukanlah sekedar mengenai usia, maka kekerasan dalam pacaran (“#KDP”) tidak mengenal batas usia.

#KDP atau dating violence merupakan kasus yang cukup banyak terjadi setelah kekerasan dalam rumah tangga (#KDRT). #KDP masih belum begitu mendapat sorotan jika dibandingkan KDRT sehingga terkadang masih terabaikan oleh korban dan pelakunya. Padahal bibit #KDP bisa jadi bibit #KDRT.

Pengertian dari #KDP adalah tindak kekerasan terhadap pasangan yang belum terikat pernikahan. Bentuk #KDP bisa berupa kekerasan fisik (memukul, menampar, mendorong, mencengkram), psikologi (mengancam, mempermalukan, menjelek-jelekan) ekonomi (meminta pasangan untuk mencukupi segala keperluan hidupnya), seksual (memeluk, mencium, meraba, memaksa hubungan seksual), stalking (membututi, menganggu privasi, membatasi kegiatan sehari-hari)

Pelaku yang melakukan kekerasan selain pasangan (pacar) bisa juga dilakukan oleh mantan suami atau mantan pacar. Sedangkan menurut Office on Violence Against Women (OVW) of the U.S. Department of Justice dating violance adalah Dating violence is controlling, abusive, and aggressive behavior in a romantic relationship. It occurs in both heterosexual and homosexual relationships and can include verbal, emotional, physical, or sexual abuse, or a combination of these.

Dampak- dampak #KDP bisa berupa :

  1. luka fisik, bisa berupa luka ringan hingga berat
  2. luka psikis, berupa rasa cemas, murung, prestasi menurun, gangguan pola makan, depresi, ingin menyakiti diri atau bunuh diri, pelarian kepada ketergantungan alkohol ataupun narkoba. Dimana untuk alkohol dan narkotika dapat mengakibatkan berhadapan dengan hukum, sebagaimana diatur pada UU tentang Narkotika dan Keputusan Presiden dan keputusan menteri yang mengatur mengenai pengendalian penggunaan alkohol.
  3. kehamilan yang tidak diinginkan dan aborsi

Padahal dari segi kesehatan hamil dibawah usia 20 tahun beresiko tinggi mengancam jiwa ibu dan bayi. Sementara aborsi tanpa alasan medis demi penyelamatan jiwa itu melanggar hukum yang diatur secara jelas dalam UU Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan dan Kitab Undang Undang Hukum Pidana (KUHP).

Untuk itu, penting mengedukasi generasi muda, bahwa ketika memutuskan untuk mengaktualisasikan perasaan cinta yang dimiliki, harus memahami terlebih dahulu bahwa:

  1. Cinta itu anugerah dan tidak pernah salah, tapi bukan cinta bila saling menyakiti. Bukan cinta bila ada salah satu pihak yang terus menderita atau tersakiti.
  2. Sejak awal harus saling menyepakati untuk membina hubungan yang sehat, aman dan nyaman
  3. Membiasakan mengutarakan harapan masing-masing, batasan-batasan dan tujuan hubungannya
  4. Saling terbuka membicarakan resiko yang ditanggung masing-masing pihak apabila batasan-batasan tersebut dilanggar.
  5. Berani berkata tidak jika pasangan memaksakan tindakan-tindakan yang tidak disukai, disertai dengan argumen yang bisa diterima oleh pasangan.
  6. Tidak memaksakan diri sendiri untuk menyenangkan pasangan apabila hal tersebut bertentangan dengan nilai atau norma yang dianut.

Jika semua hal tersebut sudah dilakukan dan ternyata tetap terjadi bentuk-bentuk tindak kekerasan, maka jangan ragu untuk membicarakannya dengan pihak keluarga, teman dekat atau civil society organization (CSO) yang khusus menangani hal tersebut. Diskusikan dengan mereka tindakan yang perlu diambil untuk mengatasi hal tersebut.

Idealnya, hal tersebut dapat diselesaikan dengan membicarakan langsung kepada pasangan agar tindak kekerasan tidak terulang. Bisa juga dengan bantuan keluarga atau orang yang dihormati pasangan sebagai mediator.

Namun jika tindak kekerasan masih berlanjut dan mengancam keselamatan jiwa, maka jangan ragu untuk segera melaporkan kepada pihak kepolisian. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) mengatur beberapa pasal mengenai tindak kekerasan tersebut.

Pada dasarnya tindak kekerasan tersebut dapat dilaporkan sebagai tindak penganiayaan dengan ancaman pidana penjara maksimal dua tahun delapan bulan (Pasal 351 ayat 1 KUHP). Jika penganiayaan mengakibatkan luka-luka berat, dapat diancam pidana penjara maksimal lima tahun (Pasal 351 ayat 2 KUHP).

Meski tindak kekerasan tidak menimbulkan penyakit atau halangan untuk menjalankan pekerjaan sehari-hari, pelaku tetap dapat dilaporkan sebagai penganiayaan ringan yang dapat diancam  dengan pidana penjara paling lama tiga bulan (Pasal 352 ayat 1 KUHP).

Namun, jangan lupa untuk mempersiapkan bukti dan saksi saat melaporkan tindak kekerasan tersebut. Apabila terdapat luka fisik, misal berupa luka memar, ada baiknya segera didokumentasikan secara pribadi atau dengan meminta keterangan dari dokter. Surat keterangan hasil pemeriksaan dari dokter untuk kepentingan peradilan biasa dikenal sebagai visum et repertum.

Saksi-saksi yang melihat atau mendengar langsung tindak kekerasan itu juga penting untuk dipersiapkan. Oleh karena itu, hindari tempat-tempat yang tertutup atau tidak bisa dilihat oleh orang lain jika mulai ada potensi konflik dengan pasangan yang punya kecenderungan melakukan tindak kekerasan.

Di tempat terbuka perilaku cenderung lebih terkontrol, sehingga tindak kekerasan bisa diminimalisir. Lagipula, jika benar-benar terjadi tindak kekerasan di tempat terbuka, akan lebih mudah mencari saksi yang melihat langsung kejadiannya. Di tempat terbuka juga lebih mudah untuk mendapatkan atau meminta bantuan pihak lain jika terjadi sesuatu yang tidak diinginkan.

Jadi, sebesar apapun rasa cinta kamu kepada pasangan, bukan berarti memberikan hak kepadanya untuk melakukan tindak kekerasan kepada kamu. Bersikap tegaslah untuk katakan tidak pada tindak kekerasan saat ini, agar tidak menyesal di kemudian hari.

baca juga : [ pranikah ] “Si Calon Pelaku Kekerasan ?

Tags: , , , , ,

No Comment »

1 Pingbacks »

Leave a comment!

Add your comment below, or trackback from your own site. You can also Comments Feed via RSS.

Be nice. Keep it clean. Stay on topic. No spam.

You can use these tags:
<a href="" title=""> <abbr title=""> <acronym title=""> <b> <blockquote cite=""> <cite> <code> <del datetime=""> <em> <i> <q cite=""> <s> <strike> <strong>

This is a Gravatar-enabled weblog. To get your own globally-recognized-avatar, please register at Gravatar.


− 6 = 2