Hukum

Pahami segi Hukum dalam mempersiapkan pernikahan.

Keuangan

Cek pengaturan keuangan diri dan pasangan anda.

Medis

Bangun kebiasaan hidup sehat dan cegah penyakit.

Psikologi

Belajar berkomunikasi, memahami diri sendiri dan pasangan.

Umum

Topik-topik yang umum dan kira nya berguna untuk kita ketahui.

Home » Hukum

Perjanjian Pra Nikah / Prenuptial Agreement : Tanda cinta yang tercatat

Submitted by on February 18, 2013 – 7:46 am6 Comments

Dua jadi Satu

Setelah menikah, kedudukan suami dan isteri dalam kehidupan rumah tangga sesungguhnya adalah kedudukan yang seimbang, mitra sejajar, partnership, dimana suami dan isteri merupakan satu kesatuan yang saling mengisi dan melengkapi.

Menurut UU Nomor 1 Tahun 1974 (“UU 1/1974”), Perkawinan merupakan ikatan lahir bathin yang akan menimbulkan hak & kewajiban, untuk itu perkawinan dilangsungkan atas persetujuan para calon mempelai (silahkan membaca artikel “Perkawinan: sebuah komitmen”)

Segala sesuatu dapat saja atau mungkin muncul dalam rumah tangga.  Ada yang memang sejak awal dapat kita perkirakan, sesuatu yang kita cita-citakan, adapula mungkin tak dapat kita perkirakan atau bahkan bisa jadi tidak kita inginkan. Seperti kita ketahui, setelah menikah sepasang pria dan wanita menjadi suami dan isteri menjadi satu, hidup bersama, dari yang biasanya membagi 24 jam sendiri, kini dibagi 2, satu yang lain bisa jadi tidak cocok. Belum lagi bila nanti menjadi orangtua, kehadiran anak pertama, kedua, ketiga dan seterusnya J.  Suatu kehidupan yang indah dan memiliki konsekuensi tanggung jawab.

Bagaimana agar berbagi peran ini dapat berjalan dengan lancar dan mendukung tujuan pernikahan dengan tetap menjalankan kewajiban yang diperintahkan UU 1/1974 untuk saling cinta mencintai, hormat menghormati, setia dan memberi bantuan lahir bathin yang satu kepada yang lain? Diskusikan! Persiapkan sebelum menikah! dan lebih baik lagi tuangkan dalam bentuk Perjanjian Tertulis!

 

Perjanjian menurut UU Perkawinan

Dalam UU Nomor 1/1974 dikenal 2 macam perjanjian yaitu 1) Perjanjian Taklik yang merupakan perjanjian yang dikrarkan oleh suami pada saat ijab kabul atau prosesi perkawinan dilangsungkan, yang mana ikrar ini dicantumkan dalam Akta atau Buku Nikah yang ditandatangani oleh kedua mempelai. 2) Perjanjian Pranikah/Prenup Agreement yang merupakan perjanjian tertulis yang dibuat oleh calon mempelai atau calon suami dan calon isteri sebelum ijab kabul atau prosesi perkawinan dilangsungkan.

Adapun isi dari perjanjian taklik talak adalah “jika sewaktu-waktu suami (1) meninggalkan Isteri dua tahun berturut-turut, (2) tidak memberi nafkah wajib kepada Isteri tiga bulan lamanya, (3) menyakiti badan/jasmani Isteri, (4) membiarkan (tidak mempedulikan) Isteri enam bulan lamanya, maka jika isteri tidak ridha (ikhlas) dapat mengadukannya ke Pengadilan Agama atau petugas yang diberi hak mengurus pengaduan.”

Sementara Perjanjian Pranikah isinya mendasarkan kepada azas kebebasan berkontrak dan Pasal 29 UU 1/1974.  Berbeda dengan Perjanjian taklik talak dimana tidak dapat dicabut kembali dan dapat menjadi alasan perceraian jika dilanggar, Perjanjian Pranikah dapat dirubah sepanjang keduanya setuju.

Mari kita lihat isi dari Pasal 29 Undang-Undang Perkawinan:

(1).   Pada waktu atau sebelum perkawinan dilangsungkan, kedua pihak atas persetujuan bersama dapat mengadakan perjanjian tertulis yang disahkan oleh Pegawai pencatat perkawinan, setelah mana isinya berlaku juga terhadap pihak ketiga sepanjang pihak ketiga tersangkut.

(2).   Perjanjian tersebut tidak dapat disahkan bilamana melanggar batas-batas hukum, agama dan kesusilaan.

(3).   Perjanjian tersebut mulai berlaku sejak perkawinan dilangsungkan.

(4).   Selama perkawinan berlangsung perjanjian tersebut tidak dapat dirubah, kecuali bila dari kedua belah pihak ada persetujuan untuk merubah dan perubahan tidak merugikan pihak ketiga.

Terlihat bahwa tidak ada batasan pokok-pokok yang dapat diperjanjian, yang penting adalah perjanjian dibuat dalam bentuk tertulis, disahkan oleh pegawai pencatat perkawinan, dan isi dari perjanjian tidak bertentangan dengan batas-batas hukum, agama dan kesusilaan.  Ini artinya suatu Perjanjian Pranikah dapat mengatur apapun yang ingin calon suami dan isteri sepakati sepanjang isinya tidak bertentangan dengan hukum, agama dan kesusilaan.

 

Buat apa sih Perjanjian Pranikah?

Banyak yang mengira Perjanjian Pranikah hanyalah untuk mengatur masalah pemisahan kepemilikan harta benda, selama atau bila perkawinan putus karena perceraian atau kematian. Ini wajar dan sesungguhnya memang penting untuk dibicarakan dan dituangkan dalam Perjanjian Pranikah, terutama bagi calon pengantin yang berbeda kewarganegaraan, calon pengantin yang memiliki resiko pekerjaan tinggi, yang kesemuanya sesungguhnya demi melindungi masing-masing dan yang paling penting adalah melindungi kepentingan buah hati buah cinta mereka nantinya, bila terjadi sesuatu yang tidak diinginkan, yaitu putusnya perkawinan karena perceraian dan atau kematian. Tentu masih segar di ingatan kita, pada masa krisis ekonomi, banyaknya perusahaan, bank , pengusaha yang pailit, ditipu mitra bisnisnya, atau mengalami musibah lainnya.

Tak banyak yang tahu, bahwa Perjanjian Pranikah tak hanya melulu soal harta benda. Tak banyak yang tahu, bahwa setiap perjanjian itu dapat berisi apa saja yang ingin disepakati oleh para pihak yang membuatnya, dalam hal perjanjian pranikah, tentu saja harus sesuai dengan ketentuan pasal 29 yang tadi sudah dijabarkan. Sering para calon pengantin, hanya membicarakan kecocokan, dan merasa bahwa perkawinan akan membuahkan saling pengertian, yang tanpa sadar kita berharap para pihak akan berubah untuk saling menyesuaikan, dan ketika kenyataan perubahan tidak terjadi, kita tidak siap menerimanya dan tak jarang berujung pada kejadian yang tidak diinginkan.  Temukan ketidakcocokan, bicarakan, lalu tuangkan dalam perjanjian pranikah, misalkan bentrok jadwal kerja, atau bahkan pembagian penggunaan sendok garpu sebenarnya dapat dibicarakan dan dituangkan pula dalam perjanjian pranikah. Bagaimana berbagi peran dalam tugas-tugas rumah tangga agar proporsional, pembagian peran pengasuhan anak, bagaimana bila salah satu tidak dapat menjaga kesetiaan, bagaimana bila terjadi kekerasan yang dilakukan oleh pasangan baik psikis maupun fisik.

 

Apa saja yang dapat dituangkan dalam Perjanjian Pranikah?

  1. Harta Benda
    1. Tidak akan ada persekutuan harta benda, baik menutut hukum atau persekutuan untung dan rugi, maupun hasil dan pendapatan
    2. tidak terjadi pencampuran harta
    3. semua hutang yang telah ada sebelum atau terjadi selama perkawinan tetap menjadi tanggungan pihak yang membuat
    4. penghasilan dan penguasaan atas harta benda isteri
    5. Pengaturan dan pembagian Biaya rumah tangga, biaya pendidikan anak
    6. Pengaturan mengenai barang keperluan rumah tangga
    7. Dan lain-lain yang dari sudut keuangan penting untuk diatur. (nantikan tulisan dari sudut pandang financial planner pada artikel lainnya)
  2. Pemeliharaan dan Pengasuhan anak
  3. Pembagian peran dan tanggungjawab (misal berbagi pekerjaan rumah tangga),
  4. Apa yang boleh dan tidak boleh (contoh  tidak akan berpaling atau selingkuh, tidak akan menikah lagi atau poligami, poliandri, tidak akan melakukan kekerasan/KDRT),
  5. Hak untuk melanjutkan pendidikan,
  6. Hak untuk bekerja
  7. Dan lain-lain yang menurut masing-masing penting untuk dibiacarakan.

 

Apa saja yang dibutuhkan dalam membuat Perjanjian Pranikah?

Isi dari perjanjian pranikah harus disepakati dan dituliskan secara bersama oleh kedua calon pengantin tanpa adanya paksaan, dan dilakukan sebelum perkawinan dilangsungkan. Isinya bisa saja berlaku terhadap pihak ketiga bila memang ada kepentingan pihak ketiga terkait dengan perkawinan tersebut.

Karena isi dari Perjanjian Pranikah ini cukup sensitif, maka membutuhkan kedewasaan, keterbukaan, kejujuran, kerelaan, kesanggupan untuk memikirkan kemungkinan terburuk, hal mana yang memang dibutuhkan untuk mengokohkan ikatan suci lahir bathin dalam mengarungi liku liku rumah tangga.

Untuk memiliki kekuatan pembuktian sebaiknya perjanjian Pranikah dibuat dan disaksikan oleh Pejabat Notaris untuk kemudian dituangkan dalam bentuk Akta Notaris dan dicatat pada Kantor Urusan Agama (KUA) bagi yang beragama Islam dan Kantor Catatan Sipil bagi yang beragama Katholik, Kristen, Hindu, Budha dan agama lainnya yang diakui oleh negara.

Perjanjian Pranikah mulai berlaku sejak perkawinan dilangsungkan. Perjanjian Perkawinan tidak dapat dirubah, kecuali ada persetujuan dari kedua belah pihak, dan selama perubahan tersebut tidak merugikan pihak ketiga.

Nah.. bagaimana cara pandang kita sekarang terhadap Perjanjian Pranikah, suatu bentuk ketidakpercayaan? atau suatu bentuk perlindungan bagi orang-orang yang kita cintai dimasa yang akan datang? Silahkan memutuskan yang terbaik bagi anda dan pasangan.

6 Comments »

Leave a comment!

Add your comment below, or trackback from your own site. You can also Comments Feed via RSS.

Be nice. Keep it clean. Stay on topic. No spam.

You can use these tags:
<a href="" title=""> <abbr title=""> <acronym title=""> <b> <blockquote cite=""> <cite> <code> <del datetime=""> <em> <i> <q cite=""> <s> <strike> <strong>

This is a Gravatar-enabled weblog. To get your own globally-recognized-avatar, please register at Gravatar.


− 4 = 5