Hukum

Pahami segi Hukum dalam mempersiapkan pernikahan.

Keuangan

Cek pengaturan keuangan diri dan pasangan anda.

Medis

Bangun kebiasaan hidup sehat dan cegah penyakit.

Psikologi

Belajar berkomunikasi, memahami diri sendiri dan pasangan.

Umum

Topik-topik yang umum dan kira nya berguna untuk kita ketahui.

Home » Psikologi

Mengapa Cintamu Berubah?

Submitted by on March 19, 2013 – 10:21 pmOne Comment

Dalam artikel “Jangan Pernah Berubah, Sayang. Mungkinkah?”, kita sudah membahas secara garis besar mengapa cinta bisa mengalami perubahan. Mau tahu lebih detilnya? Ayo, simak terus ya tulisan ini.

Jadi begini nih. Dengan usia yang bertambah, ternyata ada beberapa hal berubah, baik berubah secara alamiah maupun karena kondisi. Berikut ini beberapa di antaranya:

  • Perubahan fisik, sebagian besar terjadi secara alamiah. Perubahan fisik bisa menimbulkan perubahan juga dalam proses mencintai, terutama apabila perubahan fisik kurang disadari atau menimbulkan masalah.cinta
    • Kekuatan fisik mereka yang beranjak dewasa berbeda jauh dengan kekuatan fisik lansia. Dengan demikian mereka yang menikah di usia sekitar 20 awal mungkin merasa santai saja mengerjakan berbagai hal sendirian, sementara mereka yang lansia sangat membutuhkan bantuan pasangan atau keluarganya. Jika sudah terbiasa melakukan berbagai hal sendirian, lalu setelahnya jadi kesulitan karena tak kuat lagi, akan timbul kondisi-kondisi psikologis lanjutan. Contohnya perasaan minder, perasaan tak berguna lagi, perasaan kalah, perasaan tak dipahami, dan lain-lain. Semua perasaan ini kemudian mengubah cara kita menghadapi pasangan, dan perubahan kita akan direspon oleh pasangan dengan perubahan lain.
    • Berbagai penyakit kronis juga cenderung lebih banyak dialami mereka yang berusia lebih lanjut, sehingga mungkin saja pembicaraan sehari-hari diwarnai keharusan minum obat, pantangan makanan, atau keharusan melakukan olah fisik tertentu. Terkadang ini terasa melelahkan bagi pasangan, sehingga tak jarang menjadi sumber konflik.
    • Sebagian orang sudah peduli pola hidup sehat sejak muda, sementara sebagian orang lain baru ketika usia lebih lanjut. Perbedaan tingkat kepedulian pasangan terhadap pola hidup sehat lumayan rentan menimbulkan pertengkaran lho.
    • Kehamilan, masa nifas setelah melahirkan, dan proses menyusui mengubah bentuk dan fungsi tubuh. Beberapa ibu hamil harus mengalami bedrest atau resiko keguguran (tenang, persentasenya kecil kok) sehingga tidak bisa melakukan hubungan intim dengan suami. Suami dari ibu yang menyusui juga harus bergiliran dengan si bayi kan untuk ‘menggunakan’ payudara istrinya? Suami yang tidak memahami perubahan ini cenderung memaksakan hubungan intim, sehingga mengganggu relasi positif dengan istri.
    • Perubahan penampilan juga sering mengubah cara pandang kita terhadap pasangan. Misalnya yang tadinya kurus menjadi gemuk, yang tadinya sangat menarik karena berdandan cantik sekarang hanya berdandan seadanya, ada pula yang tadinya selalu wangi sekarang malas mandi, dan lain-lain.
  • Memiliki anak, terkadang mengubah cinta secara alamiah ataupun karena kondisi yang menyertainya, seperti berikut ini:
    • Merasakan adanya kebanggaan memiliki keturunan, yang merupakan hasil kerjasama antara suami dan istri. Kebanggaan ini seringkali meningkatkan kualitas cinta.
    • Kesibukan tambahan untuk mengurus anak. Anak yang terus-menerus bangun, butuh disusui, diganti popoknya, dicucikan bajunya, itu sebagian kecil kesibukan ketika anak masih bayi. Ketika sudah semakin besar, suami-istri perlu bekerja sama untuk menstimulasi dan mengajari anak berbagai hal. Ketika suami dan istri mampu bekerja sama dalam mengurus si kecil, cinta dapat semakin berkualitas. Sebaliknya pasangan yang kurang mendukung satu sama lain seringkali jadi punya masalah tambahan.
    • Tanggung jawab bertambah. Memiliki anak tentunya juga berarti membiayai anak, menyediakan waktu dan energi untuk mengurus anak. Lagi-lagi, pembagian tanggung jawab yang jelas akan meningkatkan cinta, dibandingkan pembagian tanggung jawab yang samar atau saling diperebutkan.
    • Waktu berdua berkurang. Akibat kesibukan mengurus anak, seringkali waktu suami-istri untuk berdua saja jadi berkurang. Beberapa pasangan merasa tak perlu lagi berduaan (dan terus terang pendapat ini salah besar!). Komunikasi hanya berkisar pada urusan anak dan seringkali akhirnya mereka berdua mengalami kesulitan menemukan cinta satu sama lain lagi.
    • Ikut campur dari keluarga besar untuk mengurus anak. Bukan hanya pasangan suami-istri yang berbahagia, keluarga besar pun ikut senang, dan itu seringkali ditunjukkan lewat ikut campur mengurus anak. Apabila keikutsertaan keluarga besar selaras dengan visi-misi suami-istri, tentu cinta akan bertambah.
    • Perbedaan cara mengasuh. Suami dan istri berasal dari keluarga yang berbeda, dan tentu saja jadi memiliki idealisme sendiri tentang bagaimana sebaiknya anak diasuh. Apabila idealisme keduanya bisa dipertemukan, maka suami-istri akan semakin kompak dan semakin cinta.

     

  • Pekerjaan, mampu memberikan eksistensi diri, namun terkadang juga memunculkan stress yang dapat berpengaruh terhadap relasi dalam keluarga.
    • Promosi, mutasi, demosi pekerjaan. Promosi dan mutasi seringkali memunculkan eustress, yaitu stress positif dan meningkatkan semangat kerja, dapat punya efek positif ataupun negatif terhadap keluarga. Demosi lebih sering memunculkan distress, yaitu stress negatif, efeknya lebih sering negatif terhadap keluarga dan pasangan.
    • Banyak sedikitnya tuntutan pekerjaan. Tuntutan pekerjaan yang tinggi sering menimbulkan semangat kerja lebih tinggi, tapi terkadang juga memunculkan stress, yang pada akhirnya berpengaruh terhadap bagaimana relasi kita dengan keluarga.
    • Pindah kantor, pindah bidang kerja. Perubahan kebiasaan kerja memang mampu memberikan semangat baru, tapi terkadang juga menimbulkan kecemasan tinggi bagi mereka yang berpindah kerja, ataupun bagi pasangannya.
    • Panjang pendek jam kerja di kantor. Jam kerja yang lebih panjang, apalagi kalau disertai waktu perjalanan yang juga panjang, menimbulkan kelelahan luar biasa. Kalau sambutan yang diterima di rumah kurang sesuai dengan apa yang diharapkan, maka terkadang menimbulkan kemarahan.
    • Penghasilan yang diterima dari pekerjaan. Bukan besar kecilnya, namun seberapa dianggap cukup. Jika dianggap cukup atau bahkan lebih dari cukup, maka cenderung memuaskan. Sementara jika dianggap kurang, terkadang menimbulkan rasa kurang percaya diri terhadap pasangan. Pasangan yang tidak memahami terkadang justru memberikan tuntutan tambahan yang justru meningkatkan stress.
    • Kenalan lain dari lingkungan pekerjaan. Dalam bekerja tak mungkin kan sendirian saja, tentu kita berhubungan dengan banyak pihak lain. Terkadang terjadi witing tresna jalaran saka kulina, yaitu jatuh hati pada rekan kerja akibat terbiasa bertemu.

     

  • Kecelakaan, kematian.
    • Trauma yang dirasakan akibat kecelakaan atau kematian anggota keluarga sering mengubah cara kita melihat dunia, termasuk cara kita berhubungan dengan pasangan.
    • Adanya perubahan fisik, misalnya akibat kecelakaan menjadi kehilangan anggota tubuh, atau adanya kelumpuhan. Setelah kecelakaan terkadang ada fungsi tubuh yang jadi berkurang, misalnya menjadi tuli atau buta setelah terkena bom.
    • Kehilangan, memunculkan kesedihan yang amat sangat. Apabila pasangan tidak bisa mengendalikan perasaan kehilangan, seringkali berpengaruh negatif terhadap relasi.

     

  • Komunikasi.
    • Mudah sulitnya berkomunikasi, misalnya karena jarak yang jauh (long distance marriage) atau karena pasangan lebih banyak berada di lingkungan pekerjaannya. Apabila tak disikapi dengan dewasa, maka bisa jadi masalah besar.
    • Komunikasi yang terjadi nyambung atau tidak. Jika lebih sering ‘nggak nyambung’, cenderung menurunkan niat berkomunikasi dengan pasangan.
    • Pertengkaran yang pernah terjadi. Apabila diskusi setelah pertengkaran menghasilkan pemahaman yang lebih tinggi satu sama lain, biasanya pasangan jadi lebih saling mencintai. Namun apabila pertengkaran belum menemukan solusi terbaik buat keduanya, terkadang menimbulkan kekesalan dan tak jarang mengubah perasaan satu sama lain.
    • Kurang terbuka satu sama lain, termasuk mereka yang terbiasa memendam masalah, lama-lama api cintanya seakan padam.

     

  • Isu emosional.
    • Kebosanan. Dalam kehidupan pernikahan yang paling indah pun sesekali ada kebosanan. Namun apabila sering sekali terjadi kebosanan dan tak bisa diatasi oleh pasangan, tentu cenderung menurunkan semangat satu sama lain untuk terus bersama.
    • Dendam atau kemarahan yang belum tuntas, baik terhadap satu sama lain, terhadap masa lalu, maupun terhadap orang lain di sekitar keluarga. Semakin banyak dialami maka relasinya semakin negatif.

 

Banyak sekali yang mungkin membuat relasi pasangan berubah? Ya, betul sekali. Jadi jangan berharap cintanya kepada kita akan terus sama. Mungkin bertambah, mungkin berkurang. Tantangannya adalah walaupun mengalami berbagai macam masalah dalam hidup, tapi kita dan pasangan tetap saling mencintai. Betul kan!

 

Referensi:

Arnett, Jeffrey Jensen. (2012). Human Development: A Cultural Approach. Boston: Pearson Education, Inc.

Cavanaugh, J.C., Blanchard-Fields, F. (2011). Adult Development and Aging, 6th ed. California: Wadsworth.

Tags: , , , , ,

One Comment »

  • Della Utomo says:

    tapi , kalo saya sudah berniat serius kepada pasangan saya namun terkadang dari masing masing individu punya “ketakutan” untuk bisa menjalani masa depan bersama gimana ?

    takut kalo selingkuh , gagal , sepertinya itu yg paling mendominasi dihubungan saya dan pasangan .

    kita blm nikah tapi udh parno duluan

2 Pingbacks »

Leave a comment to Della Utomo

Add your comment below, or trackback from your own site. You can also Comments Feed via RSS.

Be nice. Keep it clean. Stay on topic. No spam.

You can use these tags:
<a href="" title=""> <abbr title=""> <acronym title=""> <b> <blockquote cite=""> <cite> <code> <del datetime=""> <em> <i> <q cite=""> <s> <strike> <strong>

This is a Gravatar-enabled weblog. To get your own globally-recognized-avatar, please register at Gravatar.


6 − 5 =