Berdaya Itu Perlu!
Ketika mengetahui alasan perceraian no. 1 di Indonesia adalah masalah finansial, perasaan saya antara kaget dan tidak kaget.
Kaget, tentu saja, karena selama ini – terutama di Indonesia – masalah finansial adalah masalah yang cukup tabu untuk diperbincangkan.
Tidak kaget, karena dalam pekerjaan saya selama ini, banyak sekali bertemu dengan kasus-kasus di mana memang keadaan finansial – bukan hanya masalah pendapatan – dilatarbelakangi karena ketidakharmonisan atau kurangnya komunikasi antara pasangan yang sudah berkeluarga.
Contoh kasus yang sering saya dan teman-teman sesama perencana keuangan itu bermacam-macam. Misalnya saja, gaya hidup yang tidak sesuai dengan pendapatan, akhirnya terlibat hutang, atau pembagian tanggung jawab – antara pasangan – siapa yang melakukan pengelolaan keuangan. Bahkan ada juga masalah di mana sang suami tidak mau mengakui berapa besar pendapatan dia kepada istrinya. Kalau dibaca dari contoh-contoh di atas, memang betul ya… financial issues are beyond the number itself.
Jadi, dari sisi finansial, apa yang bisa kita lakukan supaya keuangan keluarga kita sehat? Berdasarkan pengalaman ada beberapa hal yang menurut saya sangat penting
1. Mengatur cash flow dengan baik
Kebiasaan mengelola keuangan yang baik seharusnya sudah kita lakukan dari awal ketika kita sudah memiliki penghasilan sendiri. Mengelola keuangan yang baik di sini adalah, kita dapat mengalokasikan dengan bijak pos-pos pengeluaran kita, sehingga pendapatan yang masuk seimbang dengan pengeluaran.
Biasakan membuat skala prioritas dengan perbandingan dalam pos-pos pengeluaran bulanan kita. Contohnya seperti ini: pengeluaran rutin (maksimal 40%)¸ cicilan (maksimal 30%), investasi (minimum 10%), pengeluaran pribadi (maksimal 20%).
Tujuan kita memiliki acuan angka di atas agar ketika kita melakukan keputusan dalam pengeluaran, kita bisa tahu kemampuan kita seperti apa. Contoh, jika gaji Rp 5 juta tapi memiliki hutang Rp 3 juta, maka kondisi finansial anda dalam keadaan yang tidak sehat karena 60% dari pendapatan anda dihabiskan hanya untuk membayar hutang.
Untuk yang sudah berkeluarga, pastikan bahwa ketika anda mengisi pos-pos pengeluaran bersama. Istri harus tahu pengeluaran suami, dan sebaliknya juga seperti itu. Jangan sampai ada hutang dari pasangan yang tidak kita ketahui, misalnya. Kasus yang berat adalah ketika pasangan meninggal dunia dan ternyata memiliki hutang – tanpa kita ketahui besarnya- maka pasangan yang masih hidup dan sebagai ahli waris memiliki kewajiban untuk membayar hutang tersebut.
2. Live the the lifestyle you deserve
Ini adalah kasus yang cukup sering terjadi di kota-kota besar di Jakarta. Sangat mudah untuk tergoda membeli barang-barang mahal, mulai dari gadget, branded bags, makan di luar hampir tiap minggu karena sarananya ada. Tidak ada yang salah dengan hal ini, tapi ingat ya, lifestyle itu maksimal 20% dari pendapatan bulanan kita. Kalau tidak mampu, tahan diri dulu, jangan terburu-buru untuk memiliki itu semua. Jadikan kebutuhan tadi menjadi tujuan finansial, dan sisihkan pendapatan anda untuk tujuan finansial tersebut dengan menentukan target pencapaian baik nilai maupun waktunya.
3. Menyisihkan pendapatan
Kalau di poin 1 saya sebutkan bahwa berinvestasi minimal 10%, maka inilah pos yang disarankan untuk dibuat terus membesar dan membesar. Yang terkadang lupa adalah, kita tidak hanya memerlukan uang untuk memenuhi kebutuhan saat ini, tapi juga kebutuhan yang akan datang. Jadi pastikan pos investasi ini kita terus isi.
Jadi, berdaya di sini maksud saya adalah bahwa memiliki uang saja tidak cukup tanpa dibarengi dengan kemampuan mengelola keuangan dengan baik. Pengelolaan keuangan yang baik ini – sama halnya dengan kebiasaan baik – semakin sering kita lakukan, semakin kita terlatih. Maka, kelola keuangan anda dari sekarang, single ataupun bekeluarga, tidak ada alasan untuk menunda-nunda. Mudah-mudahan tips di atas bisa membantu anda membangun fondasi keuangan anda menjadi lebih kuat.
Komentar