Pernikahan sebuah komitmen
Bila melongok pada definisi dan tujuan perkawinan yang tercantum pada UU Nomor 1 tahun 1974 (“UU Perkawinan”) tentang Perkawinan, maka yang dimaksud dengan pernikahan atau perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga atau rumah tangga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Tapi coba lihat angka perceraian, perselingkuhan atau ketidaksetiaan pada satu pasangan, kekerasan dalam rumah tangga, anak terlantar, apakah menggambarkan adanya ikatan lahir batin? Apakah menggambarkan adanya kebahagiaan? apakah menggambarkan kekal atau selalu selamanya?
Coba tanyakan pada diri kita, apa sih tujuan kita menikah? apakah alasan kita menikah? Masih samakah tujuan kita menikah dulu sebelum ijab kabul dengan saat sekarang setelah melewati berbagai masa dalam pernikahan yang telah dijalani?
Berapa dari kita yang sebelum menikah menyempatkan diri membaca UU Perkawinan? Berapa dari kita yang mencoba memahami maksud dari ikatan lahir batin? Pernahkah kita memikirkan arti dari tandatangan kita pada buku nikah?
Pengertian ikatan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah janji menguatkan perjanjian (permufakatan); mengadakan perjanjian (permufakatan). Sementara Perjanjian dalam KBBI adalah persetujuan (tertulis atau dengan lisan) yang dibuat oleh dua pihak atau lebih, masing-masing bersepakat akan menaati apa yang tersebut dalam persetujuan itu. Persetujuan dalam KBBI persesuaian; kecocokan; keselarasan ~antara batin dan lahir;
UU perkawinan menegaskan kembali mengenai Ikatan, dimana pada pasal 6 dikatakan “perkawinan didasarkan atas persetujuan kedua calon mempelai”. Maka seharusnya ketika seseorang memutuskan untuk menikah, dapat dikatakan seseorang tersebut menyetujui untuk terikat lahir batin dengan pasangan yang dinikahinya, dan telah menyetujui dan berjanji akan menati apa yang ada dalam perkawinan, apa yang tercantum dalam buku nikah, memahami konsekuensi yang akan timbul dari terbentuknya rumah tangga, terbentuknya keluarga. Karena itu penting bagi para pihak sebelum membubuhkan tandatangan pada buku nikah, bahwa tandatangannya merupakan tanda setuju untuk terikat dalam perkawinan, memahami betul apa saja yang mungkin akan terjadi dalam rumah tangga. Untuk itu sudah sepatutnya memahami dan menyepakati dahulu apa dan bagaimana pernikahan dan kehidupan yang mereka akan arungi bersama.
Setiap perjanjian menimbulkan hak dan kewajiban, begitupun dalam perkawinan. Dalam UU Perkawinan ada Bab tersendiri yang mengatur mengenai Hak dan Kewajiban Suami-Isteri. Pada Bab tentang Hak dan Kewajiban ini dikatakan Suami-isteri memikul kewajiban yang luhur untuk menegakkan rumah tangga yang menjadi sendi dasar susunan masyarakat. Suatu kewajiban yang tidak hanya berdampak pada diri kita sendiri, tapi juga kepada pihak lain, yaitu keturunan dan lingkungan. Bahwa dalam perkawinan tidak hanya mengenai hubungan suami dan isteri, tapi juga pada saatnya akan menjadi orangtua yang akan dan wajib mengasihi, mengasuh, memeliharadan mendidik keturunannya sebaik-baiknya (pasal 45 UU Perkawinan), peranan orangtua dalam asuh-didik ini akan menentukan kualitas dari generasi penerus bangsa.
Nah begitu banyak hal yang akan muncul setelah menikah, bukan? Maka Pernikahan membutuhkan suatu kedewasaan lahir batin, suatu kedewasaan yang bukan sekedar mengenai usia, sekedar mengenai pengesahan hubungan badan, Perkawinan memenuhi ketentuan dalam UU Perkawinan pasal 33 yaitu Suami isteri wajib saling cinta mencintai, hormat menghormati, setia dan memberi bantuan lahir bathin yang satu kepada yang lain. Hanya dengan komitmen ini maka lika liku rumah tangga akan mengokohkan dan menegakkan janji suci suatu pernikahan
Marriage is about Love, Trust, Respect and Commitment
No Comment »
1 Pingbacks »
[…] ingat khan artikel di situs pranikah.org yang berjudul “Pernikahan Sebuah Komitmen”? Bagi yang belum baca, sangat disarankan untuk membacanya terlebih dahulu, untuk lebih mudah […]